Tiu Kelep dan Keindahannya yang Membuat Saya Jatuh Cinta


"I am planning to go to Lombok, probably on May." ujar seorang teman beberapa bulan lalu. Pada saat itu, reaksi saya hanyalah mengangguk. Selang beberapa waktu kemudian, seorang teman saya yang lain berkata, "Mau ke Gili Trawangan deh kayanya di bulan Juni." dan lagi-lagi saya mengangguk. Tanpa saya sadari, mungkin saat itu saya tengah diberi pertanda. Sebuah perjalanan yang diakomodir oleh Watta.co menjawab pertanda tersebut dan membawa petualangan baru bagi saya. Sepertinya, Lombok memang memanggil saya ke sana.


Lombok, pulau di Nusa Tenggara Barat ini tak jauh letaknya dari Bali dan Sumbawa. Saya menikmati keindahan dari pulau yang dijuluki sebagai Pulau 1000 Masjid ini bersama teman-teman membolang, yaitu Ivan Aditya, Fellexandro Ruby, Pretty Turang, dan Govinda Rumi. Seakan bersarang dengan aman, Lombok dikelilingi oleh pasukan 34 gili (pulau kecil) di sekitarnya. Gili Trawangan, Gili Air, Gili Meno, Gili Nanggu, Gili Sunut, dan masih banyak lagi. Namun, yang terbesar dan terpopuler di antaranya adalah Gili Trawangan. Saya akan menuliskan kisah mengenai Gili Trawangan dalam postingan yang berbeda. Untuk saat ini, saya ingin berbagi cerita mengenai Tiu Kelep.

Beberapa tempat wisata di Lombok yang sudah santer terdengar dan dikenal banyak khalayak pecinta alam adalah Puncak Gunung Rinjani, Pantai Senggigi, Batu Payung, atau Pantai Selong Belanak. Tentu saja, sebagai seorang pecinta gunung, mendaki Rinjani adalah salah satu perjalanan yang saya nantikan di waktu mendatang. Dan seakan-akan menjadi sebuah pemanasan untuk melatih kaki, saya, Ivan dan Ruby diajak hiking untuk berkenalan dengan si cantik Tiu Kelep. Air terjun yang mampu menghembuskan kabut rintik-rintik air dari ketinggian 45 meter. Saya sangat bersemangat untuk segera sampai di kakinya!

 Matahari mengintip.



Tiu Kelep diambil dari bahasa setempat, "Tiu" yang berarti "Terbang", dan "Kelep" berarti "Kolam". Saya belum bisa membayangkan seperti apa rupa dari Kolam Terbang ini sampai saya menjejakkan kaki tepat di hadapan Tiu Kelep. Kami berhenti di air terjun Sendang Gile terlebih dahulu setelah 20 menit mendaki, fasilitas tangga yang dilengkapi dengan pegangan besi menjadikan proses perjalanan terasa mudah. Hendry (pemandu kami yang luar biasa kala itu) mengatakan, "Oke, ayo lanjut ke Tiu Kelep, masih satu jam lagi mendaki ke atas." dan reaksi pertama saya adalah, "Hah? Beneran?". Entah kenapa, insting saya mengatakan perjalanannya mungkin tidak sejauh itu. Atau mungkin juga karena saya sangat tidak sabar untuk segera sampai.

Setelah lolos di tingkat pemula saat mendaki ke air terjun Sendang Gile, adrenalin saya semakin terpacu untuk menuju tingkat berikutnya. Hutan lindung dengan bunyi desir angin yang gemerisik dari balik dedaunan menyapa ramah kedatangan kami pagi itu. Belum lagi celotehan burung samar-samar terdengar ikut beradu dengan suara air yang memecah di bebatuan. Saya terus melangkah dan berkonsentrasi dengan jalur pendakian yang mulai terasa tidak mudah, selamat tinggal tangga batu dan pegangan besi. 

 Air terjun Sendang Gile.

Di tiga perempat perjalanan, kami melewati sungai sebening kristal yang dipenuhi bebatuan sebagai pijakan di dasar sungai. Aliran sungai dengan arus cukup kuat adalah tantangan kami saat itu untuk lebih hati-hati melangkah. Bebatuan licin bisa saja membuat Anda tergelincir, seperti yang saya alami. Dan karena saya hanya menggunakan sendal jepit dari hotel, jari kaki sempat membentur batu tajam hingga berdarah. Sedikit saran, sebaiknya Anda menggunakan sepatu, atau lepas saja alas kaki sekalian, agar bisa merasakan langsung pijakan batu mana yang licin untuk dihindari. Percayalah, kesejukan sungainya akan membuai kulit Anda.

Sesampainya kami di sana, WOW! Sempurna, adalah satu-satunya kata yang bisa saya gunakan untuk mendeskripsikan air terjun ini. Aliran air yang jatuh terbagi menjadi 5 buah air terjun melingkar di bagian belakang dan mengalir tanpa malu-malu di tengah tebing. Sedangkan satu aliran air terbesar yang jatuh dalam jumlah paling banyak terlihat bagaikan pahlawan gagah berdiri di barisan terdepan. Saya rasanya tidak peduli lagi dengan foto-foto. Cukup dua kali saja saya berfoto, menggunakan Instax Polaroid dan satu kali jepretan kamera hp, kemudian kami semua turun ke bawah dan langsung lupa dengan lelahnya perjalanan tadi. 



Untungnya ketika kami bertiga sampai di sana, masih belum banyak orang yang datang. Hanya ada 3 sampai 5 turis asing yang sedang bersiap-siap untuk berenang mendekati jatuhnya sang air. Berdasarkan cerita dari pemandu kami, jika ingin berenang hingga ke bagian di belakang air terjun, ada baiknya berhati-hati dan ditemani pemandu, karena sangat berbahaya dan bisa mengakibatkan kematian karena tenggelam. Saya melangkah turun dan bermain-main di tengah bebatuan sambil menikmati perlombaan derasnya air yang berjatuhan. Duduk diam dan mendengarkan jernihnya nyanyian alam di Tiu Kelep. Percikan air terjun yang menyentuh kulit terasa seperti tetesan embun, sejuk, dingin, dan sangat menenangkan! Tak perlu waktu lama bagi saya untuk jatuh cinta dengan keindahan Tiu Kelep, dan saya yakin Anda juga demikian. :)


 Saya ingin melihat lebih banyak air terjun lagi setelah ini.

Comments

Unknown said…
tiu kelep tiu teja dan sendang gile itu satu tmpt yaa? atau bda tempat

Paket Wisata Lombok
Mutiara Lombok
Miss Martana said…
Hai :)

Seingat saya, Tiu Kelep dan Sendang Gile ada di satu lokasi, hanya beda jalur. Tiu Kelep masih ke atas lagi mendakinya.

Kalau Tiu Teja saya belum pernah. :)

Popular Posts