Secarik Kisah Ketika Singgah di Folk, Ubud
Folk Kitchen & Espresso, demikianlah nama yang disematkan untuk tempat ini. Sebuah cafe mungil dengan dekor bergaya klasik dan sederhana namun dengan mudah membuat saya merasa betah. Sebagian besar sisi dindingnya berwarna cokelat dihias dengan ukiran cat putih, mengingatkan saya pada goa di film-film fiksi seperti Tomb Raider. Hari itu merupakan salah satu akhir pekan yang saya habiskan bersama Sylvia, karena sudah lama kami berencana untuk menjajal daerah Ubud. Katakanlah, kami berdua memiliki cinta terpendam kepada Ubud. Ironisnya, kami justru sangat jarang mengunjungi kawasan tersebut, kadang terhalang waktu, tapi terlebih lagi karena terhalang jarak. Dibutuhkan 30 hingga 45 menit untuk menuju Ubud, yang sebenarnya tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan jarak perjalanan di tengah kemacetan ibukota Jakarta. Entahlah, tapi semoga saja setelah menulis ini, saya jadi lebih terpanggil untuk ke Ubud yah.
Hanya dua menu sehat yang kami pesan siang itu, salad buah dan omelette. Kami nikmati dengan santai, tanpa paksaan, dan tidak buru-buru. Seingat saya, akhir pekan belum pernah terasa sedamai itu, tapi ingatan saya mungkin saja buram, so..... Sylvia berkutat dengan buku sketsa miliknya, menggoreskan imajinya ke atas kertas dan perlahan menunjukkan gambar sebuah wajah. Saya selalu kagum dengan seniman, sebutlah mereka para pelukis, perajin keramik, pemusik, dan lainnya yang memiliki kemampuan menciptakan sesuatu seakan-akan menjadi nyata dan hidup. Luar biasa talenta kalian!
Di sana, saya baru mengetahui bahwa untuk menggambar sketsa sebuah wajah, baik itu teman atau siapapun, Sylvia hanya bisa melakukannya jika tanpa diminta. "Kalau diminta, Syl, gambarin dong, malah jadi gak bisa." begitu ujarnya. Unik, tapi masuk akal, mengajarkan saya tentang sebuah ekspektasi. Bahwa sesuatu, kalau diharapkan, justru terkadang tidak menjadi real.
Melanjutkan sketsanya sambil mengunyah makanan, kami saling bertukar cerita, berkelakar ringan, hingga menumpahkan isi pikiran terdalam. Pernah dong, mengalami hal seperti itu? Lagi duduk-duduk tenang bareng temen, ngobrol santai ditemani makanan enak, eh percakapan menjadi serius dan penuh makna. Walaupun kini saya kurang ingat apa saja yang kami bicarakan saat itu, tapi masih jelas bagaimana rasanya sepulang dari sana, membawa satu keping kisah pertemanan yang mungkin akan saya syukuri beberapa tahun mendatang.
*Karena ditulis saat jam sudah melewati tengah malam dengan alunan lagu Adhitia Sofyan, maka mohon dimaklumi jika terasa melankolis. Revisi mungkin saja saya lakukan di masa mendatang. Cheers!
Comments