Meriah Jajanan Pinggir Jalan (Street Food)

Street Food. Apa yang melintas di pikiran ketika mendengar kedua kata tersebut? Bubur Ayam, Ketoprak, Sate Ayam, Bakso, Nasi Goreng, Batagor, dan banyak lagi kan? Indonesia adalah salah satu negara yang paling banyak memiliki jajanan pinggir jalan, setuju? Coba saja perhatikan sekeliling jalan raya, bahkan jalan protokol di kawasan Sudirman saja memiliki areanya sendiri untuk street food. Saya selalu menyukai jajanan di pinggir jalan, karena tanpa disadari justru makanan seperti itulah yang mengangkat nama Indonesia di mata dunia. Masih teringat jelas dengan Rendang yang sempat dinobatkan menjadi Makanan Terlezat di Dunia. Bukan sebuah predikat yang boleh dianggap remeh, mengingat predikat tersebut diberikan oleh CNN. Kemudian lihat makanan di posisi kedua, Nasi Goreng! 


Lebih lengkapnya, CNN bahkan memberikan daftar Top Ten Indonesian Food yang diisi juga oleh deretan street food lainnya seperti Sate Ayam, Bakso, Soto, Gado-Gado, Nasi Uduk, Nasi Padang, dan lainnya. Masih membekas juga ketika Presiden Obama menyebut Bakso dan Nasi Goreng sebagai makanan kesukaannya di Indonesia. Indonesia wajib berbangga kan? Menurut saya, nuansa daerah yang sangat kental dan esensi tradisional juga menjadi pendukung street food. Jika berkunjung ke Jogjakarta, lihat saja suasana di Angkringan pada malam hari. Memiliki lahan yang sangat luas dan banyak kesenian di sekitar para penjaja makanan pinggir jalan. Setiap pengunjung bukan hanya menikmati santapan sambil lesehan, namun juga dihibur oleh para musisi jalanan yang kualitasnya tak kalah dengan band Ibukota. Bahkan tidak tanggung-tanggung, pengamen yang beredar di area Angkringan seringkali membawa biola dan angklung untuk menyempurnakan santap malam ala Jogja.



Bagaimana dengan beberapa wilayah Indonesia yang banyak dikunjungi para turis mancanegara, seperti Bali misalnya? Seakan tak lepas dari pesona street food, Bali juga memiliki daya tarik dengan makanan pinggir jalannya. Sebut saja Nasi Jinggo yang paling terkenal, ada juga Nasi Pecel, atau Nasi Tumpeng Kertosono yang berada di daerah Denpasar. Suasana eksotis di Bali juga mendukung banyak pecinta kuliner tak ragu untuk berkelana hingga ke pedalaman demi merasakan cita rasa yang lebih khas. 

Lantas, hal yang sama juga bisa dirasakan pada kota Bandung. Kota yang berjarak hanya 2 jam dari Jakarta ini pun terkenal dengan jajanan street foodnya, mulai dari Surabi, Cilok Goreng, Cimol, Batagor, Macaroni, hingga yang saat ini tengah booming, yaitu Seblak Basah. Tak jarang, banyak penduduk Jakarta rela menghabiskan perjalanan ke Bandung ketika merasa kangen ingin ngemil street food disana. Bergeser ke kota lainnya, Surabaya, kuliner di kota ini pun sedang bergejolak, dan salah satu jajanan yang laku adalah Semanggi. Selain rasanya yang renyah dengan kerupuk, bumbu singkong pedasnya juga mampu membuat kepala gatal!

Setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing, seperti Makassar dengan hasil seafoodnya. Ukuran kepiting raksasa dalam sajian di Makassar mampu membuat kita berdecak kagum. Tapi, sebelum mengagumi makanan khas di kota lain, coba kita telusuri terlebih dahulu area street food di Jakarta. Taman Suropati di kawasan Menteng, selalu ramai dipenuhi oleh kawula muda yang ingin menikmati musik jalanan santai. Ditemani oleh para pemain musik jalanan dengan biolanya, di area ini kita juga bisa memanjakan lidah lewat variasi jajanan street food yang nikmat, Tahu Gejrot! Bakso, Pecel, hingga penjual kopi keliling selalu siap sedia untuk memuaskan rasa lapar di perut.



Lokasi yang lebih dekat lagi, tepat di tengah kota dan sudah terkenal sejak jaman penjajahan, ini dia Batavia. Kawasan Kota Tua juga menyimpan banyak jajanan street food yang dibungkus dengan nuansa jaman dulu, ambil contoh misalnya Ragusa. Kursi-kursi dari anyaman kayu langsung menyambut ketika memasuki tempat ini, dengan penjual Kerupuk Asinan kuning dan penjual Sate Ayam di depannya. Klasik dan penuh nostalgia, kedua hal itulah yang membuat banyak pengunjung datang dan kembali ke Ragusa, karena di setiap sisi dindingnya terdapat koleksi foto yang menorehkan perjalanan sejarah. Bahkan melirik sepanjang jalan di Kota Tua juga nampak penjual makanan lainnya, Bakso, Kue Cubit, Kue Lekker, dan lainnya.

Membahas pilihan jajanan street food di Indonesia tak akan pernah ada habisnya, mengingat Indonesia sendiri saat ini memiliki lebih dari 30 propinsi. Namun sangat disayangkan, pemberitaan di media yang mengekspos tentang penyalahgunaan beberapa oknum mulai membuka fakta hitam yang terjadi dalam jajanan street food Indonesia. Banyak orang menganga kaget ketika mengetahui penggunaan plastik dalam minyak gorengan yang katanya berguna untuk memberikan tingkat kerenyahan yang lebih. Hal ini langsung memberi dampak kepada para penjual gorengan karena masyarakat menjadi takut untuk mengonsumsinya lagi. Asumsi masyarakat pun semakin berkembang, melihat minyak gorengan yang berwarna kehitaman, belum lagi dengan penggunaan saos sambal yang terkuak adalah hasil dari peleburan pepaya dan tomat busuk. Memang persoalan kebersihan adalah yang terutama yang perlu dibenahi oleh Indonesia. Jika ingin street food Indonesia semakin dikenal oleh dunia, tentunya kehigienisan bahan-bahan dan prosesnya perlu diperhatikan.

Kita semua sama-sama yakin bahwa Indonesia memiliki potensi kuliner yang besar dan hebat. Asalkan setiap orang bahu-membahu menjaga serta melestarikannya, maka jajanan street food Indonesia akan terus dicari banyak orang. Untuk saat ini, sebagai salah seorang penikmat kuliner, saya tetap menikmati jajanan street food yang bertebaran di sekitar wilayah saya, Kue Cubit, Es Cendol Duren, dan Siomay! Ketiga jajanan ini seringkali ikut memenuhi meja kerja saya setelah jam makan siang usai, karena bagaimanapun, semua orang tetap menikmati asyiknya jajan di pinggir jalan yang murah meriah dan enak!





Comments

Popular Posts