Pengalaman Pertama Bersentuhan dengan Salju di #terravelingjapan

(Foto diambil oleh Anggara Mahendra)


Februari, konon katanya adalah bulan yang penuh cinta. Masih lajang ataupun sudah berpasangan, setiap orang pasti memiliki cara masing-masing untuk memberikan cinta bagi diri mereka. Dan di bulan penuh cinta ini, sebuah perjalanan diadakan oleh keluarga Terralogical. Jika tahun lalu, kami semua berburu jejak ke Nepal, maka kali ini negeri matahari terbit lah yang dituju. Dengan jumlah pasukan yang lebih banyak karena bersama dengan tim Leura Film, dan juga teman-teman dari Jakarta; Amanda dan Handreas





Hari pertama kami tiba di Jepang, 8 jam perjalanan kami tempuh menuju Takayama. Sempat singgah di Osaka dan Nagoya untuk sekedar mengisi perut dengan onigiri atau nasi kotak (bento). Cuaca siang tadi diperkirakan sekitar 8 derajat celcius, terasa hangat selama berada di dalam ruangan, namun begitu beranjak keluar dan tersiram hembusan angin, wah! Lain lagi ceritanya. Berbahagialah yang tinggal di Indonesia karena memiliki ramuan bernama Tolak Angin. Solusi ampuh untuk segala gejala mual, mabuk dan sebagainya. 


Berbekal dua onigiri dan satu sachet Tolak Angin, saya kembali bersemangat di dalam kereta menuju Takayama. Sore hari menyapa, dan pemandangan berbeda yang saya saksikan. Jika biasanya di Bali saya ditemani dengan aura keemasan senja, di sini kami disapa kabut dan tumpukan salju setebal 20 sentimeter! Norak saat melihat salju, tentu saja. 









(Semua foto ini diambil oleh Anggara Mahendra)


Berjalan cepat menuju hotel untuk bersantap malam di Izakaya. Tanpa diduga, ketika kami selesai makan, di luar sedai mulai turun rintik-rintik butiran salju. Hujan salju pertama yang kami rasakan, wuah! Ternyata, salju itu romantis. Salju memang dingin, tapi jika bersentuhan dengannya terlalu sering, salju lama-kelamaan menjadi terasa hangat. Well, kemudian membuat sebagian kulit mati rasa. 


(Foto oleh Bonjo Abadi)




Salju pertama di Jepang, mungkin sama sekali tidak seperti yang saya bayangkan. Rintikannya di bawah cahaya lampu kekuningan seakan mengajak untuk bermelankolis. Pijar lampu berpendar di setiap gang pun memberikan nuansa yang berbeda. Merasa sedikit seram, iya. Merasa bahagia, iya. Tapi satu kata yang mampu merangkum semua perasaan tadi adalah: kagum. 

Ya, Jepang, saya mulai sedikit mengagumi keindahanmu. 


Comments

Popular Posts